Buku Tamu

Sabtu, 29 November 2008

Percikan Malam

Moonlight

Langit hitam kelam. Sesekali bulan mulai nampak kembali. Kadang-kadang saja tertutup diselumuti awan diikuti hilangnya cahaya halo disekitarnya. Jangkrik-jangkrik pun tak ada yang mengerik. Sungguh malam yang sunyi...

Kebiasaan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan melihat langit saya bisa mengubah suasana hati. Ya, suasana baru seperti malam ini. Sunyi senyap. Tak sadar saya tersungkur dalam kedamaian dan hanyut dalam sebuah pemikiran. Betapa Maha Besar Allah SWT telah menciptakan tempurung langit sedemikian rupa, bumi dan seisinya. Dan betapa kecilnya saya sebagai makhluk ciptaan-Nya.

Saya masih tetap duduk juga, di kursi tamu di teras rumah – sendiri. Melihat langit seraya berbalut dinginnya malam. Dingin sampai menyusup tulang dan sendi. Badan saya tak berani bergerak. Cuma kaki yang sebentar-sebentar mengetuk-ngetuk lantai memberi secuil irama malam. Mata saya memandang langit kembali, angan-angan saya melayang lagi – entah kemana.

-----


Minggu, 23 November 2008

Mengingat Maut

Dua hari yang lalu, tak biasanya jalan yang saya lewati itu dipenuhi orang dan puluhan polisi. Jalan juga penuh sesak oleh truk-truk besar dan mobil pribadi sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Segesit mungkin saya memanuver shogun merah tua saya melalui kemacetan itu. Bersama iring-iringan motor yang lain, saya pun mengikuti mereka untuk mengambil jalan pintas. Sampai di perempatan jalan, saya mendapati seorang pria tengah baya berbaju serba hitam tergeletak di tengah jalan, dengan kepala ditutupi koran dan darah segar masih mengalir di dekatnya. Dia sudah tak bernyawa.

Berjarak kurang dari satu meter, saya mengamati keadaannya sejenak. Kedua tangan saya langsung gemetaran, bulu roma serentak berdiri seperti mau diajak perang, serta badan seketika mendadak lemas. Shock, mulut saya tak henti berkomat-kamit untuk beristighfar. Saya berhipotesis bahwa pria itu korban kecelakaan lalu lintas. Entah kenapa di sisa perjalanan menuju ke rumah, saya menangis. Menangis karena kasihan dan takut kejadian itu juga akan menimpa saya. Ya, keimanan saya sedang diuji Tuhan, Allah SWT.

Sampai hari ini saja saya masih tak bisa melupakan kejadian kemarin. Kebetulan atau memang itu hikmah buat saya. Setelah adik saya pulang sekolah, dengan gayanya yang antusias dia bercerita tentang keadaan temannya. Dia bercerita lagi-lagi tentang kecelakaan. Belum puas dengan trauma yang saya dapat, saya sudah dijejal lagi dengan kejadian yang mengerikan. Kakak keponakan temannya tewas tertabrak truk, tepat di jalan yang saya lalui kemarin. Ya, ternyata pria yang dimaksud adalah pria yang saya lihat kemarin. Dibalik kecelakaan itu, ada cerita yang membuat trenyuh hati saya. Menurut cerita adik saya, pria itu melihat anak kecil yang kesulitan menyeberang. Sempat-sempatnya pria itu berhenti dari motor dan membantu menyeberangkan anak itu. Di tengah jalan, sebuah truk datang tiba-tiba dengan kecepatan yang lumayan tinggi dan menabrak pria itu. Anak yang akan diseberangkannya di jatuhkan menjauh dan hanya mengalami luka-luka. Naas, orang itu tertabrak dan kepalanya terlindas ban truk.
Saya pun segera teringat kembali keadaan terakhir pria itu. Sungguh malang sekali nasibnya. Ingin berbuat kebaikan untuk orang lain malah dirinya yang menjadi korban.

----
Dari kejadian itu saya mendapatkan satu hikmah besar. Allah SWT menyimpan rencana besar tentang kematian. Kita tidak tahu kapan DIA mengutus malaikat pencabut nyawa untuk mengambil jiwa kita. Maka, ingatlah akan maut yang semakin hari kian mendekat. Karena hidup bukan untuk hidup, tapi hidup untuk Yang Maha Hidup.

Sabtu, 22 November 2008

Penyesalan

Kemarin pagi merupakan salah satu moment terpenting saya. Keluarga besar saya menyempatkan berkumpul di hari itu. Kami saling menangis dan emosi ini mendadak memuncak. Empat puluh hari ke depan adalah hari yang akan menjadi pembuktian diri saya - hari pembuktian menjadi anak pertama yang mandiri dan bertanggung jawab. Saya mencoba tetap tegar walau air mata tak kunjung kering. Saya tak bisa mengantar mereka. Saya menyesal.

Sabtu, 15 November 2008

Story About Anthurium

Anthurium lovers, mungkin itu kata yang tepat untuk menyebut diri saya sekarang. Saya pengagum dan penyuka tanaman hias, terutama Anthurium.Buat pecinta tanaman hias pasti sudah tidak asing dengan Anthurium. Tanaman ini sempat mendobrak pasar tanaman di Indonesia. Tapi sekarang mulai ditinggalkan peminat. Padahal dulu sempat jadi primadonanya.

Sebelum namanya tenar seperti sekarang, enam tahun lalu ibu saya membeli anthurium yang masih anakan dengan harga lima belas ribu rupiah. Pertamanya tanaman itu disia-siakan hidupnya. Mulai dari dipindah-pindah tempat hingga ditempatkan paling pojok rumah. Disiram pun jarang, di beri pupuk apalagi – nggak pernah! Mengenaskan lah nasibnya.

Suatu hari saya melihat bintik-bintik merah di tanaman itu. Saya kira tanaman itu nggak beres dan kelihatan aneh. Karena tidak ada kerjaan, saya ambil bintik-bintik itu lalu saya jadikan mainan. Saya dan Ibu belum tahu kalau itu adalah biji emasnya si anthurium. Ibu saya saja menganggap tanaman ini adalah makanannya ular karena bentuknya seperti makanan hewan; kecil-kecil dan berwarna merah.
Ada lagi cerita unik tentang anthurium saya. Pernah adik saya mendapat tugas prakarya untuk mencari daun-daun yang sudah kering. Sebagai kakak yang baik, saya niatkan untuk membantunya. Saat melihat di taman, saya lihat salah satu daun anthurium itu mulai kekuning-kuningan. Dan nggak habis pikir, saya potong saja daunnya. Saat itu sudah gedhe banget tu tanaman. How stupid I am.
Semenjak tahu kalau harga jual anthurium saya bisa bernilai jutaan, langsung saja Ibu dan saya ngerawat habis-habisan. Saya berharap bintik-bintik itu akan muncul lagi. Sempat saya menyesal karena dulu pernah saya sia-siakan.

Anthurium seeds
Beberapa bulan kemudian biji anthurium saya muncul kembali. Senang rasanya bisa memetik hasil jerih payah saya selama ini. Tapi saat itu harga jual anthurium mulai turun dan kalah dengan pesaingnya. Kalaupun dijual, saya hanya dapat untung sedikit. Akhirnya saya urungkan niat untuk menjualnya. Lalu apa yang akan saya lakukan dengan anthurium-anthurium itu? Yah, saya jadikan hiasan di taman dan akan merawat induk dan anak-anaknya. Setidaknya di rumah saya ada lebih seratus sepuluh anthurium anakan, belum termasuk benih yang disemaikan.


Big is beautiful...

--------

Rabu, 12 November 2008

Ketika Titik Bifurkasi Melanda...

Di saat semua orang sedang berusaha menjadi yang terbaik bagi diri mereka, saya malah ingin sekali jatuh. Kenapa saya secepat itu ingin menyerah? Sebenarnya bukan hal yang besar. Saya sudah tidak betah hidup statis. Otak kiri saya menginginkan pembaharuan lebih.

Benar sekali apa yang dikatakan Abraham Maslow. Ketika manusia sudah mengatasi semua kebutuhan dasarnya untuk bertahan hidup, maka ia pun dimungkinkan untuk mengejar pencarian lebih tinggi, aktualisasi diri, dan pengetahuan tentang dirinya sendiri di level yang paling dalam.

Saat ini saya memang berada di atas, semakin banyak beban dan tekanan pula. Saya cuma ingin bebas, itu saja.
-----

Minggu, 02 November 2008

Bintang Berjalan

Kejadian ini tak lama berselang, tepatnya sebelum bulan ramadhan tiba. Di pagi yang agak berembun dan dingin, dengan keadaan yang masih ngantuk... saya niatkan tuk mengambil air wudhu di kran dekat teras rumah.

Lagi-lagi kebiasan saya di pagi hari, selalu memandang langit tuk melihat rasi bintang. Saya paling suka dengan Orion. Maklum, saya tinggal di sudut kota Solo dimana bintang jarang terlihat karena langit selalu mendung dan tingginya bangunan di sekitar rumah. Jadi, hanya bisa melihat bintang di waktu tertentu saja serta dengan jarak pandang yang terbatas.

Sekitar pukul 04.45 wib saya menengadah ke atas dan melihat dua bintang berjalan! Anehnya, saya tak kunjung masuk ke dalam rumah, tapi terus saja melihat kedua bintang itu berjalan saling berjauhan. Satu bintang berjalan pelan ke arah barat laut dan satunya lagi berjalan ke tenggara. Saya kira itu adalah dua buah pesawat UFO milik mr. alien. Saat itu saja saya masih sempat berguman - sungguh indah pemandangan langka itu....

Uppss, saya segera sadar bahwa itu bukan sebuah lamunan atau mimpi, tapi sebuah kenyataan. Segera saya lanjutkan untuk wudhu secepat mungkin karena perasaan takut yang mulai hinggap. Wuaaa....terbesit dalam pikiran saya, apa ya tadi??

Yah, karena saya hanya percaya Allah SWT, saya menganggapnya sebagai secuil kebesaran dan keagungan-Nya pada alam semesta yang ditujukkan pada saya. Hehe.....
Menurut sumber yang bisa dipercaya, bintang berjalan biasa muncul di tengah malam bulan mati. Sebenarnya bukan sebuah pertanda akan terjadi suatu peristiwa, tapi hanya peristiwa alam biasa. Jadi, nggak usah takut terhadap fenomena yang terjadi disekitarmu ya.