Buku Tamu

Minggu, 23 November 2008

Mengingat Maut

Dua hari yang lalu, tak biasanya jalan yang saya lewati itu dipenuhi orang dan puluhan polisi. Jalan juga penuh sesak oleh truk-truk besar dan mobil pribadi sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Segesit mungkin saya memanuver shogun merah tua saya melalui kemacetan itu. Bersama iring-iringan motor yang lain, saya pun mengikuti mereka untuk mengambil jalan pintas. Sampai di perempatan jalan, saya mendapati seorang pria tengah baya berbaju serba hitam tergeletak di tengah jalan, dengan kepala ditutupi koran dan darah segar masih mengalir di dekatnya. Dia sudah tak bernyawa.

Berjarak kurang dari satu meter, saya mengamati keadaannya sejenak. Kedua tangan saya langsung gemetaran, bulu roma serentak berdiri seperti mau diajak perang, serta badan seketika mendadak lemas. Shock, mulut saya tak henti berkomat-kamit untuk beristighfar. Saya berhipotesis bahwa pria itu korban kecelakaan lalu lintas. Entah kenapa di sisa perjalanan menuju ke rumah, saya menangis. Menangis karena kasihan dan takut kejadian itu juga akan menimpa saya. Ya, keimanan saya sedang diuji Tuhan, Allah SWT.

Sampai hari ini saja saya masih tak bisa melupakan kejadian kemarin. Kebetulan atau memang itu hikmah buat saya. Setelah adik saya pulang sekolah, dengan gayanya yang antusias dia bercerita tentang keadaan temannya. Dia bercerita lagi-lagi tentang kecelakaan. Belum puas dengan trauma yang saya dapat, saya sudah dijejal lagi dengan kejadian yang mengerikan. Kakak keponakan temannya tewas tertabrak truk, tepat di jalan yang saya lalui kemarin. Ya, ternyata pria yang dimaksud adalah pria yang saya lihat kemarin. Dibalik kecelakaan itu, ada cerita yang membuat trenyuh hati saya. Menurut cerita adik saya, pria itu melihat anak kecil yang kesulitan menyeberang. Sempat-sempatnya pria itu berhenti dari motor dan membantu menyeberangkan anak itu. Di tengah jalan, sebuah truk datang tiba-tiba dengan kecepatan yang lumayan tinggi dan menabrak pria itu. Anak yang akan diseberangkannya di jatuhkan menjauh dan hanya mengalami luka-luka. Naas, orang itu tertabrak dan kepalanya terlindas ban truk.
Saya pun segera teringat kembali keadaan terakhir pria itu. Sungguh malang sekali nasibnya. Ingin berbuat kebaikan untuk orang lain malah dirinya yang menjadi korban.

----
Dari kejadian itu saya mendapatkan satu hikmah besar. Allah SWT menyimpan rencana besar tentang kematian. Kita tidak tahu kapan DIA mengutus malaikat pencabut nyawa untuk mengambil jiwa kita. Maka, ingatlah akan maut yang semakin hari kian mendekat. Karena hidup bukan untuk hidup, tapi hidup untuk Yang Maha Hidup.

Tidak ada komentar: